I.
PENYESUAIAN DIRI & PERTUMBUHAN
A. Penyesuaian
Diri
Pertumbuhan adalah perubahan secara
fisiologis sebagai hasil dari proses-proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang
berlangsung secara normal yang sehat pada waktu yang normal. Proff Gessel
mengatakan bahwa pertumbuhan pribadi manusia berlangsung secara terus-menerus.
1)
Penekanan Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis
sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung
secara normal pada anak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat
juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh
atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara
berkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang
menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis. Secara umum konsep
perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957) bahwa perkembangan berjalan dengan
prinsip orthogenetis, perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang
berdiferensiasi sampai keadaan dimana diferensiasi, artikulasi dan integrasi
meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip
totalitas pada diri anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun
bagian-bagiannya akan menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka
keseluruhan.
2)
Variasi dalam Pertumbuhan
Dalam variasi
pertumbuhan memang sangat beragam. Tidak semua individu berhasil dalam
melakukan penyesuaian diri berdasarkan tingkatan usia, pertumbuhan fisik,
maupun sosial nya. Mengapa? Karena terkadang terdapat rintangan-rintangan yang
menyebabkan ketidakberhasilan individu dalam melakukan penyesuaian, baik
rintangan itu dari dalam diri atau dari luar diri.
3)
Kondisi-Kondisi untuk Bertumbuh
Kondisi jasmani seperti
pembawa atau konstitusi fisik dan tempramen sebagai disposisi yang diwariskan,
aspek perkembangannya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau
konstitusi tubuh, kondisi jasmani dan kondisi pertumbuhan fisik memang sangat
mempengaruhi bagaimana individu dapat menyesuaikan diri nya.
Carl Roger
(1961) menyebutkan 3 aspek yang memfasilitasi pertumbuhan personal dalam suatu
hubungan :
- Keikhlasan
kemampuan untuk menyadari perasaan sendiri, atau menyadari kenyataan.
- Menghormati
keterpisahan dari orang lain tanpa kecuali, dan
- Keinginan
yang terus menerus untuk memahami atau berempati terhadap orang lain.
Faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan personal :
a) Faktor
biologis
Karakteristik anggota tubuh yang berbeda setiap orang,
kepribadian, atau warisan biologis yang sangat kental.
b) Faktor
geografis
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kepribadian
seseorangdan nantinya akan menentukan baik atau tidaknya pertumbuhan personal
seseorang.
c) Faktor
budaya
Tidak di pungkiri kebudayaan juga berpengaruh penting
dalam kepribadian seseorang, tetapi bukan berarti setiap orang dengan
kebudayaan yang sama memiliki kepribadian yang sama juga. Selain itu, ada satu
hal yang tidak kalah penting berkaitan dengan penyesuaian diri dan pertumbuhan
personal adalah komunikasi. Dengan kemampuan komunikasi yang baik maka
penyesuaian diri dan pertumbuhan personal seseorang juga akan berjalan baik.
4)
Fenomenologi Pertumbuhan
Fenomenologi
memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan“ yang di persepsikan dan
diinterpretasi secara subyektf. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya
sendiri. “alam” pengalaman setia yang berbeda dari alam pengalam orang lain
(Brower. 1983 : 14). Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan – tulisan Carl Rogers,
yng boleh disebut sebagai bapak psikologi Humanistik. Carl Rogers menggaris
besarkan pandangan humanistik sebagai berikut (kita pinjam dengan sedikit
perubahan dari Coleman dan Hammen. 1974 :33).
B.
Pertumbuhan Personal
Pertumbuhan adalah
perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses-proses pematangan fungsi-fungsi
fisik yang berlangsung secara normal yang sehat pada waktu yang normal. Proff Gessel
mengatakan bahwa pertumbuhan pribadi manusia berlangsung secara terus-menerus.
1. Penekanan pertumbuhan, penyesuain diri dan pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dariproses
pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal padaanak yang
sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikansebagai proses
transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk
proses aktif secaraberkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan
perubahan kuantitatifyang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.
Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957)bahwa
perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis,
perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai
keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara
bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri
anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya akan menjadi
semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.
2. Variasi dalam pertumbuhan
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena
kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil
melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam
dirinya atau mungkin diluar dirinya.
3. Kondisi-kondisi untuk bertumbuh
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan
temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya secara
intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon
mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh
dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ekstomorf
yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan
diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu. Karena struktur jasmaniah
merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem
saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian
diri. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gangguan dalam sisitem saraf,
kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah
laku, dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem tubuh yang baik
merupakan syaraf bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik. Disamping
itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri,
kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam
kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit
jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian
dirinya.
4. Fenomenologi pertumbuhan
Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang
dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia
dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam
pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi
tulisan-tulisan Carl Rogers, yang boleh disebut sebagai Bapak Psikologi Humanistik. Carl Rogers
menggaris besarkan pandangan
Humanisme sebagai berikut (kita pinjam dengan sedikit perubahan dari Coleman
dan Hammen, 1974:33)
II.
STRESS
A.Arti
Penting Stress
Pada dasarnya manusia tidak pernah luput
dari masalah baik itu di lingkungan sekitar, keluarga, hubungan pertemanan,
fakto pribadi dan organisasi dan lain sebagainya. Stress adalah suatu masalah yang
dirasakan oleh seorang individu yang dirasakanya menekan, mengangu dan masalah
yang dihadapi suatu individu terasa sangat berat melampaui akan batas
kekuatannya untuk melakukan coping maupun menangungnya sehingga muncul
tekanan dan ganguan pada dirinya. Stress dalam arti secara umum adalah perasaan
tertekan, cemas dan tegang. Dalam bahasa sehari – hari stress di kenal sebagai
stimulus atau respon yang menuntut individu untuk melakukan penyesuaian.
Menurut wikpedia bahasa Indonesia Stress
adalah suatu kondisi anda yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada
peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan
oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stress
adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri,
sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat.
Dari sudut pandang ilmu kedokteran,
menurut Hans Selye seorang fisiologi dan pakar stress yang dimaksud dengan stress
adalah suatu respon tubuh yang tidak spesifik terhadap aksi atau tuntutan
atasnya. Jadi merupakan respon automatik tubuh yang bersifat adaptif pada
setiap perlakuan yang menimbulkan perubahan fisis atau emosi yang bertujuan
untuk mempertahankan kondisi fisis yang optimal suatu organisme. Sedangkan dari
sudut pandang psikologis stress didefinisikan sebagai suatu keadaan internal
yang disebabkan oleh kebutuhan psikologis tubuh atau disebabkan oleh situasi
lingkungan atau sosial yang potensial berbahaya, memberikan tantangan,
menimbukan perubahan-perubahan
atau memerlukan mekanisme pertahanan seseorang.
Definisi
stress menurut para ahli :
1. Lazarus
dan folkman,
stress
adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh
(kondisi penyakit, latihan, dll) atau diakibatkan kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial
membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk melakukan
coping.
2. Pandji
Anoraga (2001:108), stress kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik
fisik maupun mental terhadap suatu perubahan dilingkunganya yang dirasakan
mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.
3. Menurut
Levy, Dignan, dan Shifers (dalam Astuti,2003) mengatakan bahwa stress merupakan
beberapa reaksi fisik dan psikologis yang ditunjukkan seseorang dalam merespon
beberapa perubahan yang mengancam dari lingkungannnya yang disebut stressor.
4. Menurut
Baron & Greenberg (dikutip oleh Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi,
2003:308) stress adalah “reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi
pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa
mengatasinya”
5. Menurut
Wangsa ( 2010) istilah stress berasal dari kata “stringere“ yang mempunyai arti ketegangan, dan tekanan. Stress
merupakan reaksi yang tidak diharapkan yang muncul disebabkan oleh tingginya
tuntutan lingkungan kepada seseorang. Dimana harmoni atau keseimbangan antara
kekuatan dan kemampuannya terganggu.
6. Menurut
Veithzal & Ella Jauvani Sagala (2009:1008) adalah “suatu kondisi ketegangan
yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi
emosi, proses berfikir,
7. Sarwono
(dalam Natalia, 2007) : “stress adalah kondisi kejiwaan ketika jiwa itu
mendapat beban.”
8. Hans
Selye (dalam Santrock, 2003 : 557) : stress adalah kerusakan yang dialami tubuh
akibat berbagai tuntutan yang ditempatkan padanya.
9. Spielberger
(dalam Handoyo dikutip Natalia, 2007) : “stress adalah tuntutan-tuntutan
eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau
suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stress juga biasa
diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan
yang berasal dari luar diri seseorang.”
10. Maramis
(dalam Doelhadi,1977) yang mengatakan bahwa stress adalah segala masalah atau
tuntutan penyesuaian diri yang bila tidak diatasi dengan baik, akan mengganggu
keseimbangan hidup dari manusia
Jadi
dari beberapa pengertian stress diatas dapat disimpulkan bahwa stress adalah
suatu keadaan dimana individu
yang mengalami suatu masalah, tekanan emosi dan sebagainya merespon
stimulus akan kondisi
tersebut. Namun tak menutup
kemungkinan
bahwa stress juga menimbulkan suatu hal yang positif atau yang sering disebut dengan stress
yang positif.
B. Tipe-tipe
Stress Psikologis
Menurut Maramis
(1990) ada empat tipe stress psikologis, yaitu:
1. Frustasi
Frustasi muncul karena adanya kegagalan
saat ingin mencapai suatu hal/tujuan. Misalnya seseorang mengalami kegagalan
dalam pekerjaan yang mengakibatkan orang tersebut harus turun jabatan. Orang
yang memiliki tujuan tersebut mendapat beberapa rintangan/hambatan yang tidak
mampu ia lalui sehingga ia mengalami kegagalan atau frustasi.
Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat
badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan,
bencana alam, kematian orang yang dicintai, krisis ekonomi, pengangguran, perselingkuhan,
dan lain-lain.
2. Konflik
Konflik ditimbulkan karena ketidakmampuan
memilih dua atau lebih macam keinginan, kebutuhan, aau tujuan. Saat seseorang
dihadapkan dalam situasi yang berat untuk dipilih, orang tersebut akan
mengalami konflik dalam dirinya. Bentuk konflik digolongkan menjadi tiga
bagian,approach-approach conflict, approach-avoidant conflict,
avoidant-avoidant conflict.
-
Konflik
menjauh-menjauh (avoidant-avoidant conflict)
Individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama tidak
disukai. Misalnya, seorang pelajar yang sangat malas belajar, tetapi juga
enggan mendapat nilai ujian yang sangat jelek, apalagi sampai tidak naik kelas.
-
Konflik
mendekat-mendekat (approach-approach conflict)
Individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama
diinginkannya. Misalnya, ada suatu acara seminar yang sangat menarik untuk
diikuti, tetapi pada saat bersamaan kita sedang mengikuti pelajaran dikelas
yang sangat kita sukai.
-
Konflik
mendekat-menjauh (approach-avoidant conflict)
Terjadi
ketika individu terjerat dalam situasi di mana ia tertarik sekaligus ingin
menghindar dari situasi tertentu. Ini adalah bentuk konflik yang paling sering
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus lebih sulit diselesaikan.
Misalnya ketika pasangan yang baru menikah berpikir tentang apakah akan segera
memiliki anak atau tidak? Memiliki anak sangat diinginkan karena pasangan dapat
dikatakan sempurna, dan dapat belajar menjadi orang dewasa yang sungguh-sungguh
bertanggung jawab atas bayi yang sepenuhnya tak berdaya. Di sisi lain, ada
tuntutan financial (uang) dan waktu, kemungkinan kehadiran bayi akan mengganggu
relasi suami-istri karena mereka sibuk dengan bekerja.
3. Tekanan
Tekanan timbul dari tuntutan hidup
sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita
atau norma yang terlalu tinggi sehingga menimbulkan tekanan dalam diri
seseorang. Tekanan juga berasal dari luar diri individu, misalnya orang tua
yang menuntut anaknya untuk masuk ke dalam jurusan yang tidak diminati oleh
anaknya, anak yang menuntut orang tua untuk dibelikan semua kemauannya, dan
lain-lain.
4. Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu kondisi ketika
individu merasakan kekhawatiran/ kegelisahan, ketegangan, dan rasa tidak nyaman yang
tidak terkendali mengenai kemungkinan akan terjadinya sesuatu yang buruk.
Misalnya seorang anak yang sering dimarahi ibunya, anak tersebut akan merasakan
kecemasan yang cukup tinggi jika ia melakukan hal yang akan membuat ibunya
marah padahal ibu si anak tersebut belum tentu marah padanya.
C.Symptom- Reducing Responses
Terhadap Stres
Kehidupan akan berjalan
dengan seiring berjalannya waktu. Individu yang mengalami stress tidak akan
terus menerus merenungi kegagalan yang ia rasakan. Untuk itu setiap individu
mempunyai mekanisme pertahanan diri masing-masing dengan keunikannya
masing-masing untuk mengurangi gejala-gejala stress yang ada. Berikut mekanisme
pertahanan diri (defense mechanism)
yang biasa digunakan individu untuk dijadikan strategi saat menghadapi stress :
1.
Represi
Represi terjadi,
misalnya, kalau seseorang mengalami suatu peristiwa, tetapi karena ternyata
pengalaman itu mengancam/ bertentangan dengan super ego, maka pengalaman
tersebut ditekan atau di repres masuk kedalam ketidaksadaran dan disimpan agar
tidak mengancam super ego lagi.
2.
Pembentukan
Reaksi ( Reaction Formation)
Reaksi seseorang yang
sebaliknya dari yang dikehendaki, agar tidak melanggar ketentuan dari super
ego.
3.
Proyeksi
(Projection)
Karena super ego
melarang seseorang mempunyai perasaan atau sikap negative terhadap orang lain,
maka ia berbuat seolah-olah orang lain yang mempunyai perasaan atau sikap
negative terhadap dirinya.
4.
Penempatan
yang Keliru (Displacement)
Kalau seseorang tidak
dapat melampiaskan perasaan terhadap orang lain karena hambatan dari super ego,
maka ia akan melampiaskan perasaan tersebut kepada pihak ketiga.
5.
Rasionalisasi
(Rationalisation)
Dorongan-dorongan yang
sebenarnya dilarang oleh super ego, dicarikan dasar rasionalnya sedemikian
rupa, sehingga seolah olah dapat dibenarkan. Contoh : memukul anak sebenarnya
tidak dibenarkan oleh super ego, tetapi seorang ayah tetap memukul anaknya
dengan alasan untuk mendidik anaknya agar sang anak mempunyai tingkah laku yang
lebih baik.
6.
Supresi
(Supression)
Supresi adalah upaya
menekan sesuatu yang dianggap membahayakan atau bertentangan dengan super ego
kedalam ketidaksadarannya. Berbeda dari represi, dalam supresi hal yang ditekan
atau disupresi adalah hal-hal yang timbul dari ketidaksadarannya sendiri dan
belum pernah muncul dalam kesadaran. Contoh : dorongan seksual dari anak
laki-laki terhadap ibunya (Oedipus
Complex).
7.
Sublimasi
(Sublimation)
Dorongan-dorongan yang
tidak dibenarkan oleh super ego dialihkan kedalam bentuk perilaku yang lebih
sesuai dengan norma-norma masyarakat. Contoh : hasil korupsi adalah hasil
perbuatan yang tidak dibenarkan dan melanggar norma masyarakat atau agama. Agar
dia tidak dianggap sebagai seorang koruptor, ia mengamalkan sebagian hasil
korupsinya untuk membantu anak yatim piatu atau pendirian rumah ibadah.
8.
Kompensasi
(Compensation)
Untuk menutupi
kegagalannya dalam suatu bidang kelemahan atau dari bagian organ/organ
fisiknya, ia membuat prestasi yang tinggi dalam bidang tersebut atau yang
berkaitan dengan organ fisiknya.
9.
Regresi
(Regression)
Untuk menghindari
kegagalan-kegagalan atau ancaman terhadap egonya, individu mundur kembali ke
taraf perkembangan yang lebih rendah misalnya kembali pada masa kanak-kanak.
Contoh : anak yang sudah dewasa tetapi masih suka mengompol.
10. Penyangkalan
Penyangkalan adalah
upaya untuk mengingkari atau menolak kenyataan negatif yang ada pada diri anda
atau keluarga anda.
11. Intelektualisasi
Intelektualisasi adalah
upaya melepaskan diri dari situasi stress dan menghadapinya dengan menggunakan
istilah-istilah yang abstrak dan intelektual.
D.Pendekatan Problem-Solving Terhadap Stres
Merupakan jenis
penyesuaian terhadap stres yang bersifat disadari, berupaya menghilangkan
sumber stres, tidak tergesa-gesa dan lebih terarah serta ada strategi tertentu,
sehingga lebih efektif. Jenisnya:
1)
Meningkatkan Toleransi Terhadap Stres
- Toleransi terhadap tekanan. Membiasakan diri bekerja di bawah
stres dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan.
- Toleransi terhadap frustrasi. Berusaha lebih independen terhadap
lingkungan mencoba memahami sumber frustrasi kita belajar untuk menunda
pemuasaan atau kesenangan.
- Toleransi terhadap konflik. Menyadari adanya konflik mencari segi
positif terbanyak dan efek emosionalnya.
- Toleransi terhadap kecemasan. Mencoba tetap merasakan kecemasan
tanpa mengurangi performa kita menggali lebih banyak pengalaman dan belajar
menghadapi situasi yang membuat kita cemas.
2)
Pendekatan Yang Berorientasi Tugas
a. Pendekatan Asertif. Merupakan pendekatan yang menekankan pada
usaha-usaha individu untuk mengekspresikan hak dan keinginan tanpa merebut hak
orang lain.
b. Pendekatan Menarik Diri. Dapat dilakukan apabila sumber stress
tidak dapat dihilangkan dengan asertif dan kompromi. Strategi sementara untuk
mengatasi stres yang dapat berakibat memperburuk kesehatan individu tersebut.
Misal: cuti kuliah untuk mengumpulkan biaya kuliah.
c. Berkompromi. Biasa digunakan apabila agen sumber stress memiliki
otoritas lebih tinggi dari kita, atau sama-sama memaafkan (Forgiveness),
mengharap hal baik (Hope), gembira (Humor). Adapun Tiga tipe kompromi
diantaranya :
- Comformity. Merubah sikap menjadi
lebih realistik mengikuti prosedur umum yang berlaku.
- Negotiation. Secara aktif mencapai
kompromi dengan berbagai situasi stres, biasa digunakan pada area publik dan
interpersonal, lebih baik daripada kompromi karena sifatnya mutual.
- Substitution. Memutuskan alternatif
pemecahan terbaik untuk mencapai tujuan yang sama.
3)
Pengelolaan Stres
Pengelolaan stres dapat
dilakukan dengan tiga langkah sederhana, yaitu dengan mengenali stres yang kita
alami, pahami dampaknya bagi kita (fisik, emosi, perilaku), dan strategi
pengendalian stress (penundaan, antisipasi, pengelolaan).
A)
Strategi Menghadapi
Stres.
a. Coping.
-
Emotion Focused Coping: usaha individu mengatasi reaksi emosional dari stres yang
dialami.
-
Problem Focused Coping:
usaha individu untuk merubah lingkungan atau menemukan solusi
untuk menghilangkan stressor. Dapat
membantu kita mengatasi stres apabila kita memahami gaya coping kita (fisik behavioral),
cerebral (kognitif), atau emosi.
b. Kendali Diri (self-control)
-
Efikasi diri. Efikasi diri
merupakan perasaan mampu individu untuk melakukan suatu tindakan tertentu.
Efikasi diri membantu seseorang untuk mengurangi respon terhadap stress yang
dihadapinya (Bandura, 1982; Lazarus & Folkman, 1987).
-
Hardiness. Hardiness merefleksikan karakteristik individu yang memiliki
kendali pribadi, mau menghadapi tantangan, dan memiliki komitmen. Tingkat
hardiness seseorang mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap stresor
potensial dan respon terhadap stres-nya (Maddi & Kobasa, 1984).
-
Mastery. Merupakan perasaan mampu mengendalikan respon stres yang
muncul pada
dirinya. Tingkat mastery memiliki hubungan dengan respon stress seseorang
(Karasek & Theorell, 1990).
c. Modifikasi Lingkungan
-
Asertif. mengekspresikan hak
dan perasaan kita tanpa melanggar hak orang lain.
-
Menghindari jika perlu.
Beralih secara fisik maupun emosional dari aktivitas atau kelompok atau
individu yang memunculkan stres. Dilakukan apabila asertif dan kompromi tidak berhasil.
-
Berkompromi ketika dapat
saling menyesuaikan.
d. Memperkuat Gaya Hidup
-
Membangun toleransi terhadap
stress, dengan memahami seberapa batasan kita dapat bertahan dari stres tanpa
munculnya perilaku yang irasional.
-
Mengubah langkah hidup,
merubah kebiasaan hidup kita menjadi lebih tahan stres, misal: berjalan lebih
lambat, bangun lebih pagi, sempatkan sarapan, hindari menunda pekerjaan,
konsentrasi pada pekerjaan (matikan telepon), berkumpul dengan teman, lakukan
aktivitas santai, hindari kafein-alkohol-obat.
-
Mengendalikan pemikiran yang
mengarah pada distress, dengan berpikir positif, libatkan pada aktivitas humor
dan tertawalah.
-
Mencari pertolongan untuk
meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dengan mengikuti workshop:
asertivitas, keterampilan sosial, manajemen stres. Carilah dukungan sosial:
teman, pasangan, keluarga, sahabat. Jangan mencari teman hanya pada saat anda
kesulitan!
B)
Tips Pengendalian Stres (Pemecahan Masalah Sistematik)
-
Identifikasi situasi yang
penuh stress
-
Stres itu wajar, merupakan masalah
yang dapat diselesaikan
-
Diskusikan/ curah pendapat
dengan orang tua, guru, teman, dan keluarga
-
Antisipasi berbagai
kemungkinan pemecahan masalah
-
Pilih satu solusi
C) Pendekatan Lingkungan
Pendekatan ini memiliki
dua dimensi:
-
Dimensi Lingkungan Fisik,
yang terkait dengan: ruang, waktu, dan sarana (gizi) yang menyertai.
-
Dimensi Lingkungan Kimiawi
Dan Biologis, yang terkait dengan: polusi, radiasi, virus dan bakteri, populasi makhluk hidup lain.
Daftar Pustaka :
Basuki, Heru A.M.
2008. Psikologi Umum. Jakarta :
Universitas Gunadarma.
Siswanto. 2007.
Kesehatan Mental; Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya. Yogyakarta
Andi Sunaryo. 2002. Anonim. 1999. Manajemen stress. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Rochman, K.L. 2010.
Kesehatan Mental. Purwokerto. Fajar Media Press
Samiun, Y. 2006. Kesehatan
Mental 1. Yogyakarta: Kanisius.
Sunaryo. 2004. Psikologi
untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Ali, M. & Asrori, M. 2005. Psikologi
Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Fatimah, N. 2006. Psikologi
perkembangan. Bandung : Pusaka Setia.
Supriyo. 2008. Studi
Kasus Bimbingan dan Konseling. Semarang: Nieuw Setapak.
Christensen,j,
paula.2009.proses keperawatan.buku kedokteran. EGC : Jakarta
Schuler,
E. 2002. Definition and Conceptualization
of Stress in Organizations, Thousand Oaks: Sage
Semium, Yustinus .2006. Kesehatan mental 1. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar